Pemerintah menargetkan bahan bakar pesawat ramah lingkungan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) mulai digunakan di Indonesia pada 2026. Bahan bakar ini dikembangkan dari minyak jelantah yang diolah menjadi energi rendah emisi.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan regulasi penahapan penggunaan SAF sedang disusun dan ditargetkan mulai berlaku tahun 2026. Pada tahap awal, penerapan akan dilakukan sebesar 1% melalui mekanisme mass balance dengan sertifikasi rantai suplai (CORSIA) untuk penerbangan internasional dari Jakarta dan Denpasar.
“Saat ini juga sedang disusun regulasi penahapan implementasi SAF, yang diusulkan dapat dimulai tahun 2026 dengan tahap awal implementasi sebesar 1% mengacu pada mekanisme mass balance melalui sertifikasi rantai suplai (skema CORSIA) untuk penerbangan internasional dari Jakarta (CGK) dan Denpasar (DPS),” ujar Edi dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Ia menambahkan, pemerintah menyiapkan peta jalan yang akan meningkatkan penggunaan SAF secara bertahap hingga 5% pada 2035.
“Inisiatif seperti Pertamina SAF Forum 2025 menjadi momentum penting untuk menyatukan langkah seluruh pihak dalam membangun rantai pasok SAF yang terintegrasi di Indonesia. Keberhasilan implementasi ini tentu membutuhkan dukungan kuat dari seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, sektor swasta, industri energi, maupun maskapai,” jelasnya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, mengatakan pengembangan SAF tak hanya soal bahan bakar ramah lingkungan, tetapi juga bagian dari gerakan ekonomi sirkular. Ia menyebut Indonesia memiliki potensi besar karena menjadi salah satu penghasil minyak jelantah terbesar di dunia.
“Pertamina SAF bukan hanya tentang penyediaan bahan bakar aviasi ramah lingkungan. Lebih dari itu, ini adalah National Movement. Di mana rantai pasok dan penyediaan SAF mampu menggerakkan ekonomi sirkular masyarakat. Indonesia memiliki keunggulan sebagai salah satu penghasil minyak jelantah terbesar, dan SAF menjadi solusi untuk mengubah limbah sehari-hari menjadi energi berkelanjutan yang bernilai ekonomi sekaligus mendukung masa depan yang lebih hijau,” kata Mars Ega.
Pertamina Patra Niaga disebut sudah menjalani proses panjang dalam pengembangan SAF. Pada 2024, perusahaan ini memperoleh sertifikasi ISCC CORSIA dan ISCC EU untuk terminal bahan bakar pesawat di Bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai. Sertifikasi itu menjadi tanda kepatuhan terhadap standar keberlanjutan global dan menjadikan Indonesia pelopor di Asia Tenggara.
Pada 2025, Pertamina Patra Niaga juga mulai memasok SAF berbasis minyak jelantah dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) untuk Pelita Air di Bandara Soekarno-Hatta, serta memperluas sertifikasi serupa ke Bandara Halim Perdanakusuma.
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Denon Prawiraatmadja, menilai langkah ini sejalan dengan dorongan International Civil Aviation Organization (ICAO) melalui skema CORSIA agar industri penerbangan global beralih ke bahan bakar berkelanjutan.
“Indonesia telah menghadirkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) melalui Pertamina. Inisiatif ini sejalan dengan dorongan ICAO melalui CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) agar Indonesia bertransformasi dari penggunaan bahan bakar fosil menuju bahan bakar penerbangan berkelanjutan secara voluntary pada tahun 2026 dan mandatory mulai tahun 2027,” ujar Denon.
Ia berharap seluruh pihak di ekosistem penerbangan ikut mendorong transformasi menuju industri rendah karbon. “Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemain kunci dalam mendukung pencapaian Net Zero Emission 2060,” tutupnya.
Tonton juga video “Pertamina Luncurkan Penerbangan Perdana Sustainable Aviation Fuel Berbahan Baku Minyak Jelantah” di sini:
