PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) tercatat masih memiliki sisa utang sebesar US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 28,37 triliun (asumsi kurs Rp 16.690). Utang tersebut berasal dari perjanjian restrukturisasi pada tahun 2019.
“Tentu dengan warisan utang yang cukup besar kurang lebih US$ 1,7 miliar ini menjadi program yang sangat strategis untuk melakukan restrukturisasi yang sangat fundamental,” ungkap Direktur Utama Krakatau Steel, Muhamad Akbar, dalam rapat dengan pendapat bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Ia menjelaskan, pihaknya tengah melakukan restrukturisasi keuangan. Langkah ini mencakup perolehan dukungan modal kerja baru dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Kemudian, pihaknya juga masih melakukan restrukturisasi sisa utang perseroan.
“Yang tidak kalah pentingnya adalah restrukturisasi keuangan untuk memperoleh dukungan modal kerja dari Danantara dan restrukturisasi utang perseroan,” ungkapnya.
Selain itu, terang Akbar, Krakatau Steel juga fokus pada penguatan unit hot strip mill (HSM) dan cold rolling mill (CRM) agar menjadi lini bisnis yang efisien, kompetitif, dan menguntungkan.
“Penguatan hot street mill (HSM) dan CRM menjadi unit bisnis yang efisien kompetitif dan profitable. Lalu efisiensi biaya secara menyeluruh untuk meningkatkan daya saing produk,” jelasnya.
Terakhir, Krakatau Steel juga mencakup pengembangan bisnis infrastruktur dan hilirisasi produk baja, di antaranya melalui pengembangan kawasan industri beserta fasilitas penunjang, serta optimalisasi di lini hilir.
“Pengembangan bisnis infrastruktur dan downstream diantaranya pengembangan kawasan industri termasuk fasilitas penunjang industri lalu optimalisasi bisnis hilirisasi produk baja itu sendiri,” pungkasnya.