Gedung Putih menjelaskan pengenaan biaya baru US$ 100.000 atau setara Rp 1,6 miliar untuk visa H-1B. Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyatakan biaya baru tersebut hanya berlaku untuk visa baru.
Leavitt menjelaskan biaya itu tidak berlaku bagi perpanjangan atau pemegang visa saat ini. “Ini bukan biaya tahunan. Ini biaya sekali bayar yang hanya berlaku untuk petisi,” ujar Leavitt dalam sebuah unggahan di X, dikutip dari Reuters Minggu (21/9/2025).
Petisi ini diajukan oleh perusahaan AS untuk mendatangkan pekerja terampil dari negara lain.Leavitt menerangkan bagi pemegang visa H-1B saat ini yang berada di luar negeri tidak akan dikenakan biaya US$ 100.000 untuk masuk kembali ke AS. Pemegang visa itu dapat keluar dan masuk ke AS dengan durasi yang sama seperti biasa.
Kebijakan ini diberlakukan untuk menyeimbangkan persaingan bagi pekerja AS yang dinilai terganti oleh pekerja asing karena dapat diberi upah rendah. Menteri Perdagangan Howard Lutnick biaya ini akan dibayarkan setiap tahun. Kendati begitu, detail lebih lanjut masih dibahas oleh pemerintah.
Di sisi lain, aturan baru ini disebut dapat menekan operasional perusahaan jasa teknologi global, khususnya India dan China, di mana paling banyak mengirimkan pekerja terampil ke AS.
Dalam lembar fakta yang dibagikan, Gedung Putih akan mengizinkan aplikasi visa H-1B tanpa biaya US$ 100.000 berdasarkan kasus per kasus apabila ada kepentingan nasional. Lembar fakta tersebut menyatakan bahwa persentase pekerja TI dengan visa H-1B telah meningkat dari 32% pada Tahun Anggaran 2003 menjadi lebih dari 65% dalam beberapa tahun terakhir.
Lembar fakta tersebut juga mewajibkan Departemen Tenaga Kerja dan Keamanan Dalam Negeri untuk mengeluarkan panduan bersama terkait verifikasi, penegakan hukum, audit, dan sanksi. Lembar fakta tersebut juga menginstruksikan Menteri Tenaga Kerja untuk membuat aturan yang merevisi tingkat upah untuk program H-1B.