Bitcoin (BTC) kembali menembus level US$ 117.000 atau sekitar Rp 1,94 miliar (asumsi kurs Rp 16.626) usai The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Penguatan harga ini juga didorong arus dana institusional yang masuk melalui ETF.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (19/9), BTC berada di harga US$ 117.182. Harga BTC juga masih berpeluang menembus level psikologis di angka US$ 120.000 atau sekitar Rp 1,99 miliar jika level support berada di posisi US$ 117.000.
“Investasi kripto, terutama Bitcoin, saat ini tidak hanya bergantung pada sentimen ritel, tetapi sudah masuk ke dalam kerangka investasi institusi global. Arus masuk ETF menjadi bukti nyata bahwa aset digital semakin diterima sebagai instrumen keuangan utama,” ujar Vice President Indodax Antony Kusuma dalam keterangan tertulis, Jumat (19/9/2025).
Antony menilai, level psikologis harga BTC US$ 120.000 merupakan tonggak penting. Pasalnya, harga tersebut tidak hanya meningkatkan kepercayaan investor, melainkan juga berpotensi masuknya likuiditas baru dari institusi.
Sementara dari sisi ritel, Antony menyebut mayoritas investor masih menunjukkan sikap hati-hati. Berdasarkan data on-chain, terjadi penurunan pada New Address Momentum atau menurunnya alamat baru yang masuk ke pasar.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Kehati-hatian ritel ini wajar, karena volatilitas Bitcoin memang tinggi. Namun, di sisi lain, aksi dari institusi justru menjadi fondasi utama reli kali ini,” jelasnya.
Namun begitu, Antony menilai arah jangka panjang Bitcoin tetap positif, khususnya di tengah perubahan kebijakan moneter global menyusul pemangkasan suku bunga yang berpeluang menambah likuiditas pasar. Menurutnya, momentum ini selalu menjadi katalis bagi pasar kripto.
Arus masuk ke ETF Bitcoin sepanjang pekan ini mencatat tren positif, meskipun sempat melambat saat keputusan FOMC belum diumumkan. Data ini memperkuat pandangan bahwa investor besar tidak terpengaruh gejolak jangka pendek, berbeda dengan investor ritel.
“Institusi berinvestasi dengan visi jangka panjang. Sementara ritel masih sering terjebak dalam pola fear and greed. Perbedaan perilaku ini yang membuat tren harga saat ini lebih stabil,” terangnya.
Ia menambahkan, fenomena ini juga menjadi pelajaran penting bagi investor kripto domestik untuk menyiapkan strategi akumulasi jangka panjang. Pasalnya jika tren arus masuk institusional terus berlanjut, pasar berpotensi melihat kapitalisasi BTC mendekati level tertinggi baru.
Indodax mencatat minat pengguna lokal tetap tinggi disusul peningkatan jumlah investor perseroan yang tumbuh hingga 9 juta lebih. Meskipun sebagian investor ritel masih menunggu konfirmasi tren, Antony menyebut aktivitas transaksi di Indodax tetap stabil.
“Pasar akan terus memantau langkah The Fed berikutnya. Jika siklus pemangkasan suku bunga berlanjut, maka ruang pertumbuhan Bitcoin semakin terbuka,” tegasnya.
“Investor Indonesia harus memahami bahwa volatilitas adalah bagian dari perjalanan Bitcoin. Dengan pemahaman yang benar, risiko bisa dikelola dan peluang bisa dimaksimalkan,” pungkasnya.