Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
Regulasi baru soal tembakau kembali menuai sorotan. Sejumlah pasal dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 dinilai memberatkan industri hasil tembakau (IHT) dan berpotensi mengancam keberlangsungan petani sebagai bagian dari rantai produksi.
Aturan tersebut antara lain melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter serta iklan di media luar ruang dalam radius 500 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Tak berhenti di situ, aturan turunan berupa Rancangan Permenkes juga mewacanakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKB, Daniel Johan, menilai kebijakan ini dipaksakan dan perlu direvisi. “Tentu akan sangat berdampak pada petani, meskipun PP 28/2024 menyasar produsen, tapi dampaknya bergulir hingga petani karena industri tembakau sifatnya berantai mulai dari hulu, pekerja pabrik, industri, distribusi, dan banyak yang terlibat di dalamnya,” katanya, di Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Daniel mengingatkan IHT merupakan penyumbang PNBP terbesar lewat cukai yang mencapai Rp230 triliun pada 2024. “Perlu adanya revisi PP 28/2024, terutama pasal-pasal yang memberatkan industri tembakau karena berdampak simultan mulai dari petani tembakau dan cengkeh, pekerja pabrik, angkutan distribusi, banyak lagi yang terlibat karena IHT sifatnya padat karya,” jelasnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnu Brata, menilai regulasi ini tidak masuk akal. Menurutnya, kebijakan tersebut justru meniru negara yang tidak memiliki industri maupun pertanian tembakau. “Kita ini meng-copy paste kebijakan negara-negara yang bukan penghasil,” ujarnya.
Wisnu juga menagih janji Presiden Prabowo Subianto untuk mensejahterakan petani. Ia berharap pemerintah bisa melindungi petani tembakau dengan membuat kebijakan yang berpihak pada produksi lokal, termasuk membatasi impor. “Bagaimana mungkin petani bisa sejahtera dengan regulasi seperti ini? Kami berharap Presiden benar-benar membuktikan komitmennya sekarang,” tegasnya.
