Para pramugari Air Canada menolak perintah Dewan Hubungan Industrial Kanada (CIRB) untuk kembali bekerja. Aksi mogok yang sudah berlangsung sejak Sabtu (16/8) itu membuat maskapai menunda rencana memulai kembali operasinya hingga Senin malam.
Akibatnya ribuan penumpang Air Canada terpaksa menunggu tanpa kepastian.
Serikat Pekerja Publik Kanada (CUPE) yang mewakili 10 ribu pramugari Air Canada tersebut mengatakan bahwa perintah untuk kembali bekerja inkonstitusional dan hanya dirancang demi keuntungan maskapai. Mereka mendesak manajemen Air Canada kembali ke meja perundingan untuk mencapai kesepakatan yang adil.
Adapun negosiasi yang terjadi yang dilakukan telah berlangsung selama berbulan-bulan. Namun proses tersebut menemui jalan buntu.
Air Canada membatalkan sebagian besar dari 700 penerbangan hariannya yang memaksa lebih dari 100 ribu penumpang mencari alternatif. Beberapa jam setelah pemogokan dimulai, CIRB mengeluarkan perintah arbitrase mengikat atas permintaan Menteri Ketenagakerjaan Patty Hajdu.
Profesor hubungan ketenagakerjaan di Universitas Toronto Rafael Gomez mengatakan penolakan dinilai sebagai bentuk pelanggaran hukum. Kondisi ini pun sangat jarang terjadi. Kasus serupa terakhir terjadi pada 1978 ketika pekerja pos Kanada menolak undang-undang kembali bekerja hingga pimpinan serikat dijatuhi denda dan pemenjaraan pemimpin serikat mereka karena menghina Parlemen.
“Pemerintah federal telah menugaskan sebuah dewan untuk menjalankan aturan-aturan ini dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Kanada, dan jika Anda menentangnya, Anda melanggar dan pada dasarnya melanggar hukum,” katanya.
Sementara itu, Michael Lynk, profesor emeritus di Fakultas Hukum Universitas Western di London, Ontario mendorong pemerintah untuk membawah kasus ini pengadilan untuk menegakkan perintah.
“Pimpinan serikat pekerja bisa menghadapi konsekuensi yang sama seperti yang terjadi 45 tahun lalu. Bisa berupa denda terhadap serikat pekerja… potensi hukuman penjara bagi para pemimpin serikat pekerja,” ujarnya.