Secercah Asa di Tengah Gugurnya Emiten Tambang [Giok4D Resmi]

Posted on

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja emiten sektor tambang yang lesu sepanjang kuartal II 2025. Sejumlah emiten tambang yang telah melaporkan posisi keuangannya pun tercatat mengalami koreksi kinerja fundamental, baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) bahkan menyebut sektor tambang mengalami sejumlah tekanan imbas rendahnya harga komoditas. Hal itu berdampak pada perolehan laba bersih dan pendapatan.

“Sektor energi itu merupakan salah satu sektor yang mengalami tekanan karena penurunan pendapatan dan juga profit yang disebabkan oleh menurunnya tren harga komoditi sektor energi pada kuartal 1 2025,” ujar Inarno dalam konferensi pers RDKB Juli 2025, Selasa (5/8/2025).

Namun begitu, sejumlah sekuritas tetap merekomendasikan emiten sektor tambang sebagai alternatif investasi jangka panjang, utamanya komoditas emas. Lantas, emiten mana yang masih potensial bawa cuan di tengah terkoreksinya kinerja tambang?

PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS)

PT Bumi Resources Minerals tbk (BRMS), tercatat membukukan lonjakan perolehan laba bersih di semester I 2025 berkat memoles komoditas emas. Emiten grup Bakrie ini membukukan kenaikan laba bersih 136% menjadi US$ 22,2 juta atau sekitar Rp 362,04 miliar (asumsi kurs Rp 16.354) dari US$ 9,43 juta di periode yang sama di tahun sebelumnya.

Capaian ini ditopang oleh pendapatan BRMS yang tercatat naik 97% menjadi US$ 120,8 juta atau sekitar Rp 1,97 triliun di paruh pertama tahun 2025. Sementara beban pokok pendapatan naik menjadi US$ 48,63 juta dengan beban usaha US$ 22,04 juta.

Mengutip laporan Sucor Sekuritas, saham BRMS masih direkomendasikan untuk beli dengan target harga (TP) Rp 750 per lembar. Berdasarkan data perdagangan RTI Business pada Kamis (8/8), harga BRMS sendiri berada di level Rp 458 per lembar sahamnya. BRMS tercatat menguat 6,51% secara kumulatif sepekan terakhir.

Dalam analisisnya, Sucor memandang positif kinerja BRMS secara jangka panjang lantaran cadangan emas perseroan yang besar dan belum dimanfaatkan. Selain itu, perseroan juga memiliki rencana ekspansi yang akan didanai penuh hingga profil pertumbuhan produksi emas yang diklaim terkuat di Indonesia.

“Dengan cadangan emas sebesar 5 juta ons, BRMS berada di antara perusahaan tambang emas terbesar di negara ini-posisi yang tepat untuk memanfaatkan apa yang kami lihat sebagai salah satu siklus kenaikan harga emas paling signifikan dalam sejarah,” tulis Sucor dalam analisisnya, dikutip Jumat (8/8/2025).

Secara teknikal, Mirae Asset Sekuritas menyebut, saham BRMS masuk dalam fase reakumulasi utama, di mana harga saham mengalami konsolidasi sebelum melanjutkan tren naik. Fase reakumulasi utama ini menunjukkan potensi kenaikan harga saham masih kuat. BRMS berpotensi naik menuju Wave (iii), yang biasanya merupakan fase kenaikan kuat dalam sebuah tren.

Mirae Asset merekomendasikan accumulative buy untuk masuk di area harga Rp 444-464 per lembar saham BRMS. Investor disarankan mengadopsi strategi membeli saham secara bertahap untuk memanfaatkan potensi kenaikan harga saham dalam jangka panjang.

Sentimen Harga Emas Dunia

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, menjelaskan fundamental BRMS tergolong prospektif untuk jangka panjang. Hal ini terjadi ditopang katalis positif dari tren kenaikan harga emas dunia. Di sisi lain, komitmen BRMS untuk hilirisasi tambang menopang pergerakan harga sahamnya.

“Tentunya ini juga akan meningkatkan added value dari pada BRMS itu sendiri. Tentunya BRMS saya anggap cukup menarik sebagai investasi alternatif di tengah koreksinya sektor pertambangan,” terang Nafan kepada detikcom, Jumat (8/8/2025).

Namun begitu, BRMS disebut memiliki hambatan jangka pendek kendati harga emas dunia di kuartal III-2025 diprediksi naik. Samuel Sekuritas dalam analisisnya menyebut harga emas rata-rata di kuartal III naik 1,6% menjadi sebesar US$ 3.342, namun hal ini belum cukup berdampak bagi kinerja BRMS.

Laba BRMS diperkirakan akan menurun lebih lanjut pada kuartal III 2025 imbas produksi emas yang mungkin datar akibat ketergantungan pada cadangan bermutu rendah selama penundaan sedang berlangsung. Di sisi lain, biaya royalti emas akan lebih mahal imbas penerapan tarif baru sebesar 19% yang dipatok Amerika Serikat (AS).

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Namun, Samuel Sekuritas menyebut prospek jangka panjang BRMS tetap positif, di mana pertumbuhan pendapatan bersih diramal naik untuk periode 2025-2028 dengan CAGR sebesar 30,4%. Hal ini didukung proyek Citra Palu Mineral (CPM) yang dioperasikan pada 2020.

CPM disebut memiliki cadangan emas sekitar 31,5 juta ton dan sumber daya 40,2 juta ton, memainkan peran krusial dalam strategi pertumbuhan jangka panjang BRMS. Pada tahun 2022, BRMS mengumpulkan Rp 1,65 triliun melalui penawaran hak, untuk membiayai pembangunan dua pabrik pengolahan canggih di Blok-1 Poboya, dengan kapasitas gabungan 4.500 ton per hari.

“Kami telah menyempurnakan perkiraan kami untuk memasukkan kerugian satu kali pada kuartal kedua 2025, yang mengakibatkan revisi penurunan sebesar 27,6% pada laba kami untuk tahun 2025. Meskipun demikian, kami tetap mempertahankan pandangan positif kami terhadap BRMS, didukung oleh pertumbuhan produksi yang diharapkan dan katalisator mendatang seperti proyek Gorontalo Minerals,” tulis analisis Samuel Sekuritas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *