Kendaraan listrik sudah menjadi pemandangan umum di jalan-jalan seluruh dunia, tetapi tidak di Arab Saudi. Sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia, penjualan mobil listrik di Arab Saudi hanya menyumbang 1% dari total dunia.
Kini, negara tersebut melangkah untuk transformasi. Arab Saudi mendorong penggunaan mobil listrik dengan terus menambah layanan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Pengembangan itu dilakukan melalui The Electric Vehicle Infrastructure Company (EVIQ) usaha patungan antara dana kekayaan negara Dana Investasi Publik (PIF) dan Perusahaan Listrik Saudi. Perusahaan patungan itu didirikan pada 2023.
Menurut laporan PricewaterhouseCoopers (PwC), pada Januari 2024, EVIQ membuka SPKLU fast charging pertamanya di ibu kota negara tersebut, Riyadh. Pada 2030, perusahaan tersebut berencana untuk memasang 5.000 SPKLU fast charging di 1.000 lokasi.
CEO EVIQ Mohammad Gazzaz mengatakan pengembangan SPKLU dilakukan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat yang hendak membeli kendaraan listrik. Harapannya pengguna kendaraan listrik juga terus bertambah.
“Sangat sedikit orang yang bersedia membeli kendaraan listrik tanpa merasa nyaman melihat infrastrukturnya tersedia. Kami sedang membuka jalan,” Gazzaz dikutip dari CNN, Jumat (4/7/2025).
Diketahui kurangnya stasiun pengisian daya menjadi salah satu penyebab belum banyaknya penggunaan kendaraan listrik di Arab Saudi. Saat ini masyarakat yang membeli kendaraan listrik hanya yang memiliki pengisian daya sendiri di rumah mereka.
Kurangnya SPKLU, bukanlah satu-satunya alasan lambatnya penggunaan kendaraan listrik di Arab Saudi. Harga mobil listrik di negara tersebut juga lebih mahal dari kendaraan berbahan bakar bensin.
Pada 2024, lebih dari 60% model yang tersedia harganya lebih dari US$ 65.000, menurut laporan PwC, sementara hampir 73% model bertenaga bensin harganya kurang dari itu.
Selain itu, hambatan kendaraan listrik di Arab Saudi adalah cuaca. Kekuatan baterai EV diketahui tidak akan dapat menyesuaikan saat musim panas. Energi tambahan yang dibutuhkan untuk mendinginkannya dapat berdampak signifikan pada kecepatan dan jangkauan pengisian dayanya.
Meski sebagai penghasil minyak terbesar dunia, Arab Saudi memiliki rencana ambisius untuk mengurangi ketergantungannya pada pendapatan minyak dan emisi karbonnya. Di sisi lain, minyak telah menyumbang 60% dari pendapatan pemerintah pada 2024, dengan minyak mentah dan gas alam menyumbang lebih dari 20% pada PDB negara tersebut selama periode yang sama.
Saksikan Live DetikPagi :