Bupati Aceh Tamiang Armia Fahmi membeberkan kondisi terkini usai banjir bandang. Sebanyak 216 desa dan 8.000 hektare (ha) sawah tertimbun lumpur.
Armia menyebut, saat ini pemerintah daerah bersama TNI/Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) fokus pada pembersihan lumpur. Sebanyak 3.385 personel TNI dan 877 personel Polri diterjunkan ke lapangan.
“Semua bekerja dengan keras untuk menangani lumpur sampai ke desa-desa karena memang inilah yang menyebabkan lumpuhnya perekonomian. Untuk saat ini sudah menargetkan kurang lebih satu minggu ibu kota kabupaten harus bersih dari lumpur. Alhamdulillah tadi pagi kami sudah melihat 80% untuk lumpur dibersihkan di sekitar ibu kota kabupaten sisa 20% lagi,” ujarnya saat rapat koordinasi Satgas Pemulihan Pasca Bencana yang disiarkan YouTube DPR RI, Selasa (30/12/2025).
Armia menyebut saat ini listrik di Aceh Tamiang sudah menyala, termasuk sinyal telekomunikasi. Selain itu, kegiatan ekonomi juga mulai berjalan, seperti munculnya pasar-pasar kaget usai pembersihan lumpur.
“Kemudian untuk sentra ekonomi begitu kami bersihkan sudah ada pasar-pasar kaget yang mulai berjualan, apa sayuran jualan telur dan sebagainya. Kami (juga) sudah membersihkan pasar kami sehingga kami apabila benar-benar sudah bersih para penjual akan dimasukkan ke pasar tersebut sehingga tidak mengganggu arus lalu lintas yang ada di depan,” terang ia.
Kemudian, arus lalu lintas dan logistik dari Medan ke Banda Aceh, Armia menjelaskan dalam kondisi lancar. Kendati begitu, kondisi aspal mulai keropos dan berlubang di beberapa titik sehingga memicu kemacetan.
Ia menilai kendala utama saat ini adalah minimnya alat berat untuk menjangkau 216 desa yang masih tertimbun lumpur. Selain pemukiman, lumpur juga menimbun 8.000 ha sawah warga.
“Maka lumpur-lumpurnya segera selesaikan dalam satu bulan ini mungkin alhamdulillah bisa agak aman dalam mereka menjalin suatu kegiatan baik itu untuk perekonomian maupun pertanian. Terus terang saja 8.000 hektare lebih sawah kami semua tertimbun lumpur tapi ada petani yang nekat di atas lumpur tetap menanam padi,” jelas ia.
Untuk kondisi infrastruktur paling parah terjadi di empat titik krusial, yakni Desa Baling Karang, Pematang Durian, Lubuk Sidup, dan Desa Pangkalan. Jembatan di wilayah tersebut hancur dan tidak memungkinkan dibangun jembatan darurat secara instan karena kondisi sungai yang berubah.
“Sekarang ini sungai di Tamiang sudah melebar dan dangkal. Kalau jembatan darurat (biasa) tidak mungkin kita bangun di sana,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi isolasi total, satu jembatan darurat sedang diupayakan di titik urat nadi masyarakat agar akses menuju perkotaan tidak terputus. Pemkab telah mengajukan bantuan pemasangan jembatan tersebut kepada BNPB.






