Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkap terdapat peningkatan signifikan jumlah pekerja yang menerima gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Salah satu penyebab dari naiknya angka ini adalah lemahnya penegakan aturan terkait UMP.
Dalam riset ini, CELIOS mengungkap terjadi peningkatan tajam jumlah pekerja yang menerima gaji di bawah UMP per 2024 menjadi 84% dibandingkan 2021 sebesar 63%. Menurut data CELIOS yang mengolah data Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 109 juta pekerja di Indonesia mendapatkan upah di bawah UMP per 2024. Sementara itu, pada 2021 ada 83 juta penduduk Indonesia yang digaji di bawah UMP.
“Alasan pekerja digaji di bawah UMP adalah lemahnya penegakan aturan soal upah minimum. Pekerja yang digaji di bawah upah minimum cenderung pasrah, menerima kondisi yang berat, karena sempitnya lapangan kerja,” ujar Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira kepada detikcom, Sabtu (31/5/2025).
Bhima menegaskan, terbatasnya lapangan pekerjaan menyebabkan para pekerja yang digaji di bawah upah minimum cenderung pasif untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran hak normatif pekerja.
“Jadi, para pekerja pun pasif melaporkan adanya dugaan pelanggaran hak normatif pekerja. Istilahnya, daripada menganggur, mending bekerja dengan upah rendah, dan ini tren yang seolah dinormalisasi. Ada juga kasus maraknya union busting, di mana pekerja dilarang berserikat sehingga aduan soal kepatuhan perusahaan melemah,” tambah Bhima.
Ia mengelaborasi lebih rinci, faktor lain tingginya angka pekerja bergaji di bawah UMP lantaran besarnya porsi pekerja di sektor informal, terutama setelah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor industri pengolahan.
“Begitu terjadi gelombang PHK beberapa tahun terakhir, yang pindah ke pekerjaan informal termasuk ojol (ojek online) dan kurir naik tajam. Ada juga yang menjadi pekerja di usaha milik keluarga skala UMKM. Jenis pekerjaan informal rentan secara upah dan jaring pengaman lainnya, seperti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan,” imbuh Bhima.
Rupanya, banyaknya pekerja bergaji di bawah UMP juga berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat. Semakin banyak orang bekerja, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, kata Bhima.
“Antara gaji dengan biaya makan, sewa rumah, biaya sekolah anak tidak sesuai. Akhirnya terjerat utang seperti pinjol (pinjaman online). Bahkan, bisa juga berakhir dengan depresi hingga perceraian karena permasalahan ekonomi. Sebagian lainnya yang masih bertahan, suami-istri harus bekerja secara overworked. Suami dan istri sama-sama kerja banting tulang untuk tutup kebutuhan harian,” pungkas Bhima.
Merujuk pada Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Pasal 89 Ayat 1, upah minimum dapat terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Selain itu, UU Ketenagakerjaan Pasal 90 Ayat 1 menyatakan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89. Lebih lanjut, UU Ketenagakerjaan Pasal 90 Ayat 2 menyebutkan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.